Mengapa Idul Fitri Bisa Berbeda Hari?

Written on 1 February, 2007 – 12:59 | by Rahmat Zikri |
503 Error

Sorry, that didn’t work.
Please try again or come back later.

503 Error. Service Unavailable.

Beberapa hari yang lalu saya membuat tulisan tentang bagaimana penanggalan hijriah dilakukan. Pada tulisan kali ini, saya akan mencoba mengulas masalah yang sering kali ditemukan hampir setiap tahunnya dalam penentuan hari raya umat Islam, yaitu Idul Fitri.

Umat Islam merayakan Idul Fitri setiap tanggal 1 Syawal, setelah sebelumnya melaksanakan ibadah shaum (puasa) selama satu bulan di bulan Ramadhan. Pada tanggal 1 Syawal, diharamkan berpuasa. Dalam pendapat pribadi saya, ini dimaksudkan untuk membedakan hari tersebut dengan hari-hari sebelumnya (selama bulan Ramadhan). Pada hari tersebut, umat muslim merayakan “kemenangannya” setelah berjuang mengekang hawa nafsu. Jadi, ya tidak boleh Nikmati rezeki yang ada.

Pada tulisan yang lalu telah disebutkan bahwa dalam sistem kalender hijriah, tidak ada kepastian mengenai jumlah hari dalam setiap bulannya. Berbeda halnya dengan kalender masehi. Kita sudah tahu dengan pasti, Januari itu ada 31 hari, Juni 30 hari, dsb. Bahkan kita juga bisa mengatakan dengan pasti bahwa nanti malam pada pukul 00:01 itu sudah berbeda tanggal dengan hari ini.

Jika pergantian tanggal –misal dari tanggal 1 Januari ke 2 Januari– pada penanggalan masehi bisa ditunjuk dengan jelas, yaitu setelah melewati pukul 00:00, pada penanggalan hijriah hal tersebut juga tidak memiliki kepastian antara satu hari dengan hari lainnya. Pergantian tanggal pada penanggalan hijriah adalah tepat pada saat matahari terbenam. Itulah tanggal baru.

Jumlah hari dalam setiap bulannya pada kalender hijriah tidak bisa dipastikan sebagaimana halnya penanggalan masehi, karena menyangkut beberapa ibadah keagamaan bagi umat Islam. Umat Islam diwajibkan untuk berpuasa ketika dipastikan bahwa bulan Ramadhan telah tiba. Umat Islam juga diwajibkan untuk tidak berpuasa jika telah dipastikan bahwa tanggal 1 Syawal telah masuk.

Dalam pendapat pribadi saya, kalender hijriah memiliki presisi tanggal yang jauh lebih baik dibandingkan dengan kalender masehi. Setidaknya kita tahu bahwa setiap 4 tahun sekali pada kalender masehi harus mengalami koreksi tanggal, yaitu dengan menambahkan jumlah hari menjadi 29 pada bulan Februari. Bahkan pernah pula terjadi penghapusan sekian hari dari kalender pada milenium pertama, sebagai bagian dari koreksi kalender. Kita juga “dengan terpaksa” percaya bahwa pada pukul 00:00 terjadi pergantian tanggal. Padahal, rotasi bumi yang menjadi dasar perhitungan 1 hari itu tidak persis 24 jam dalam sehari. Sedangkan perhitungan pada kalender hijriah bernilai tetap.

Yang saya maksud dengan bernilai tetap di sini adalah bahwa pergantian hari/tanggal dilihat/dihitung berdasarkan terbenamnya matahari. Sedang pergantian bulan (misal dari Ramadhan ke Syawal) dilihat/dihitung berdasarkan munculnya bulan sabit pertama kali. Untuk diketahui bahwa siklus penampakan bulan adalah dari bulan sabit – bulan purnama – bulan sabit kembali – lantas hilang (langit ‘tanpa’ bulan). Itulah siklus dari awal bulan sampai dengan akhir bulan pada penanggalan hijriah (lunar system calendar). Penampakan bulan sabit pertama kali di setiap awal bulan biasa disebut dengan hilal. Karena pentingnya penentuan hilal (bulan sabit pertama) ini-lah yang mungkin membuat lambang bulan sabit menjadi simbol umat Islam. Secara umum jumlah hari setiap bulannya pada kalender hijriah adalah 29 hari. Jika pada hari ke-29 hilal ini tidak dapat terlihat, maka jumlah hari pada bulan tersebut di-genap-kan menjadi 30 hari.

Sudah mulai terlihat poin-nya bukan? Masalah yang terjadi adalah kesepakatan bahwa apakah esok telah masuk ke 1 Syawal atau puasa kita genapkan menjadi 30 hari, sehingga 1 Syawal itu adalah esok lusa. Itu yang seringkali terjadi pada setiap tanggal 29 Ramadhan. Ini bukan hal yang sederhana bagi umat Islam. Karena menyangkut ibadah wajib. Jika yakin besok 1 Syawal, maka wajib baginya untuk tidak berpuasa. Namun, jika ternyata besok masih bulan Ramadhan (yang digenapkan menjadi 30 hari), dosa hukumnya jika dia tidak berpuasa.

Salah satu metoda penentuan awal bulan yang telah saya sebutkan di atas adalah dengan melihat langsung apakah bulan sabit pertama (hilal) telah terlihat pada hari ke 29 di bulan berjalan (misal Ramadhan) atau tidak. Metoda ini disebut juga dengan rukyat. Pengamatan bisa dilakukan secara langsung atau menggunakan alat bantu seperti teleskop. Namun, karena cara ini dilakukan dengan metoda visual, bisa saja pada saat melakukan pengamatan bulan sabit tersebut tidak terlihat, mungkin karena cuaca buruk (mendung/hujan) atau berawan, atau malah langit masih terlalu terang. Apa pun alasan ketidaknampakan hilal tersebut, dalam sudut pandang metoda rukyat diputuskan bahwa bulan tersebut digenapkan menjadi 30 hari.

Metoda lainnya yang bisa digunakan hisab. Yaitu metoda perhitungan awal bulan dengan cara matematis dan astronomis. Hisab dipakai untuk menentukan kapan dan di mana hilal bisa dilihat. Sehingga seringkali hisab juga dipakai sebagai awal untuk melakukan kegiatan rukyat. Ketertarikan umat Islam pada penentuan awal bulan ini juga lah yang memancing perkembangan teknologi berkembang pesat pada dunia Islam. Islam menjadi pengembang awal ilmu astronomi sebagai sains yang lepas dari ilmu astrologi.

Dalam proses penentuan Idul Fitri, terutama di Indonesia, yang saya lihat adalah kecenderungan untuk pro pada salah satu cara di setiap organisasi umat yang ada. 2 organisasi besar yaitu Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, sepertinya masing-masing berpedoman pada rukyat (NU) dan hisab (Muhammadiyah). Namun demikian, jika terdapat perbedaan hari hendaknya bukan menjadi perdebatan utama. Yang penting meyakini dengan sungguh-sungguh apakah hari esok adalah 1 Syawal atau bukan. Perbedaan tersebut sangat mungkin terjadi, apalagi kalau kita tahu bahwa penentuan tersebut merupakan hal yang sulit, mengingat sudut antara matahari dan bulan pada saat hilal yang memenuhi syarat sebagai awal bulan baru harus di atas 3o. Silahkan bayangkan sulitnya melihat/menentukan sudut sekecil itu.

Be Sociable, Share!

Related Posts

--related post--
  1. 11 Responses to “Mengapa Idul Fitri Bisa Berbeda Hari?”

  2. By arian on Sep 5, 2007 | Reply

    bayangkan juga bingungnya kita pada akhir Ramadhan menentukan besok sholat ied ato ngga’? (mudah-mudahan dipanjangkan umur… amiin)

  3. By bajul ijo on Oct 22, 2007 | Reply

    Dalam memulai puasa, Rasulullah tidak pernah melakukan dengan hisab. Yang dilakukan Rasulullah dengan rukyat..

    Tapi untuk lebih amannya, ikuti ayat berikut : Ati’ullah wa-ati’urrasul wa ulil amri minkum… Taatilah Allah, Rasul, dan pemimpin diantara kamu (pemerintah). Isbat, yang berhak adalah pemerintah. Sedangkan Muhammadiyah, apa haknya mengumumkan..???

  4. By Rahmat Zikri on Oct 24, 2007 | Reply

    #2

    mas, bukan pada kapasitas kita bilang yang ini benar dan yang itu salah. masing-masing punya dasar hukum yang sama kuat. saya memang ada rencana meng-upload tulisan soal ini kembali. tapi belom sempat.

  5. By teguh on Nov 7, 2007 | Reply

    untuk bajul ijo.
    “Sedangkan Muhammadiyah, apa haknya mengumumkan..???” orang yang ikut paham muhammadiyah, menjadikan muhammadiyah sebagai amri meraka

    cmiiw

  6. By Rahmat Zikri on Dec 17, 2007 | Reply

    Tulisan berlanjut ke sini.

  7. By Mommy on Dec 21, 2007 | Reply

    qt tdk bisa saling menyalahkan… benar mnurut keyakinan masing.Salinglah menghargai satu sama lain.Di manapun akn berbeda2..yang penting persatuan umat muslim nya..Amien..

  8. By eswo on Sep 19, 2008 | Reply

    mungkin kita semua perlu belajar chaos pada tata surya untuk membangun ukhwah, seperti yang tertulis di

    http://rosyidi.com/belajar-chaos-pada-tata-surya/

    selamat belajar dan semoga bermanfaat amiin

  9. By Dr. M Faiq Sulaifi on Sep 18, 2009 | Reply

    Bismillah, ketentuan masuknya Ramadlan dan keluarnya hendaknya dikembalikan kepada keputusan Pemerintah RI.
    Karena Hari Raya, Puasa adalah ibadah jama’i yang dipimpin oleh imam dalam hal ini adalah penguasa. Rasulullah SAW bersabda:
    ????????? ?????? ???????? ???????? ???????????? ?????? ???????? ????????
    “Hari Idul Fitri adalah orang-orang berbuka (bersama-sama) dan Idul Adlha adalah hari orang-orang menyembelih (bersama-sama).” (HR. Tirmidzi: 731 dari Aisyah RA, beliau berkata: hadits shahih gharib)
    Rasulullah SAW juga bersabda:
    ????????? ?????? ?????????? ??????????? ?????? ??????????? ???????????? ?????? ??????????
    “Puasa adalah hari kalian berpuasa dan idul fitri adalah hari kalian beridul fitri (bersama-sama) dan idul adha adalah hari kalian menyembelih kurban (bersama-sama).” (HR. Tirmidzi: 633, Ibnu Majah: 1650 dari Abu Hurairah RA)
    At-Tirmidzi berkata: “Sebagian ulama menafsiri hadits di atas bahwa berpuasa dan berbuka itu bersama jama’ah (imam kaum muslimin) dan mayoritas manusia.” (Tuhfatul Ahwadzi: 2/235).
    Al-Allamah Abul Hasan As-Sindi Al-Hindi berkata: “Yang jelas dari makna hadits di atas adalah bahwa urusan ini (penentuan hari raya dan puasa) tidak ada celah bagi individu untuk menentukan masalah ini dan tidak boleh seseorang bersendirian dalam hari raya dan puasa, tetapi urusan ini harus dikembalikan kepada imam (penguasa) dan jama’ah masyarakatnya dan wajib bagi masing-masing individu untuk mengikuti penguasa dan masyarakatnya. (Hasyiyah Ibni Majah As-Sindi:3/431)
    Imam yang memiliki legalitas adalah Pemerintah melaului Depagnya, bukan PBNU, PP Muhammadiyah, PP Persis, mursyid thariqat atau Amir LDII, karena melihat tafsir ayat “WA ULIL AMRI MINKUM” tentang pemerintah yang wajib dita’ati(QS. An-Nisa: 59) yang merujuk pada penguasa yang MAUJUD (memiliki legalitas, aparat, perangkat) bukan Imam yang MA’DUM (abstrak) seperti pimpinan berbagai organisasi atau sekte.
    Menurut Ibnu Taimiyah bahwa kalau ada seseorang melihat hilal sendirian dan persaksiannya ditolak oleh pemerintah dengan alasan apapun maka ia tetap MENGIKUTI KEPUTUSAN PEMERINTAH. (Lihat Majmu’ Fatawa: 6/65)
    Yang demikian karena ijtihad ini (tentang hari raya) tidak menjadi tugas individu atau kelompok tetapi sudah menjadi IJTIHAD PENGUASA dalam rangka menyatukan kaum muslimin.

    Pada jaman pemerintahan Umar bin Khathtab RA suatu waktu ada 2 orang melihat hilal Syawal kemudian salah satunya tetap puasa (karena tidak ingin menyelisihi masyarakat yang masih berpuasa) yang satunya berhari raya sendirian. Ketika permasalahan ini sampai kepada Umar RA maka beliau berkata kepada orang yang berhari raya sendirian: “Seandainya tidak ada temanmu yang ikut melihat hilal maka kamu akan saya pukul.” (Majmu’ Fatawa: 6/75) Dalam riwayat lain akhirnya Umar meng-isbat bahwa hari itu adalah hari raya dan menyuruh kaum muslimin unuk membatalkan puasa mereka berdasarkan kesaksian 2 orang tersebut. (Mir’atul Mafatih: 12/303-304)
    Suatu ketika Masruq (seorang tabi’in) dijamu oleh Aisyah RA, ia berkata: “Tidak ada yang menghalangiku dari puasa ini (Arafah) kecuali karena takut ini sudah Idul Adha.” Maka Aisyah menolak alasannya dengan mengatakan: “Idul Adha adalah hari orang-orang beridul adha bersama-sama dan idul fitri adalah hari orang-orang beridul fitri bersama-sama.” (Silsilah Shahihah Al-Albani: 1/223) Ini karena Masruq telah menyendiri dari puasanya penduduk Madinah.
    Suatu ketika Yahya bin Abu Ishaq (seorang tabi’in) melihat hilal Syawal sekitar dhuhur atau lebih dan ada beberapa orang yang ikut berbuka dengannya. Kemudian ia dan beberapa orang mendatangi Anas bin Malik RA (sahabat Nabi SAW) dan memberitahukan kepada beliau perihal rukyat hilal Syawal dan beberapa orang berbuka (membatalkan puasanya) pada hari itu. Maka beliau berkata: “Adapun aku maka telah genap aku berpuasa 31 hari karena Al-Hakam bin Ayyub (penguasa ketika itu) telah berkirim surat kepadaku bahwa beliau berpuasa sebelum puasanya orang-orang.Dan aku benci untuk berbeda hari raya dengan beliau dan puasaku akan aku sempurnakan sampai nanti malam.” (Zaadul Ma’aad: 2/37)
    Dan yang semakna adalah kasus penolakan Ibnu Abbas RA (sahabat Nabi) terhadap kesaksian Kuraib (tabi’in) yang telah merukyat hilal Syawal di Syam bersama Mu’awiyah RA (sahabat Nabi) pada hari Jum’at karena bertentangan dengan puasa dan hari raya warga dan otoritas kota Madinah yang berhari raya Sabtu.Dalam kasus ini Kuraib menyendiri dari penduduk kota Madinah. (Subulus Salam: 2/462)
    Maka saya berpesan pada pemilik situs ini agar menyampaikan tulisan saya ini kepada mereka-mereka yang egois yang bangga dengan ijtihadnya sendiri baik dengan hisab atau rukyat dalam keadaan menyelisihi isbatnya pemerintah maka sadar atau tidak mereka telah berupaya memecah belah umat.
    JIka orang-orang egois itu bertanya bahwa kadang-kadang penguasa bertindak tidak adil seperti menolak persaksian rukyat karena beda madzhab atau alasan politis dsb?
    Maka Rasulullah SAW menjawab:
    ?????????? ?????? ?????? ????????? ???????? ?????? ?????????? ???????? ????????????
    “Mereka (penguasa) itu shalat untuk kalian. Jika ijtihad mereka benar maka pahalanya untuk kalian, kalau ijtihad mereka keliru maka pahalanya tetap atas kalian dan dosanya ditimpakan atas mereka.” (HR. Bukhari: 653)
    Semoga ini dapat menjadi bahan renungan ditengah-tengah upaya penyatuan hari raya kaum muslimin Indonesia.

  10. By sigit on Aug 30, 2011 | Reply

    Pemerintah (ulil amri) itu siapa? Lihat sidang isbats semalam gak? Yang menentukan ya kesepakatan ormas2 itulah. The problem is our government is not yet legitimate and reliable. Waallahu’alam.

  11. By maha on Aug 30, 2011 | Reply

    Bukannya malaysia dan arab saudi lebaran hari ini ya, kita harus banyak belajar ya dari masa lalu…….gimana kita bisa menjadikan pemerintahan sebagai acuan wong di negara ini bukan negara islam dan tidak ditegakkannya syariah islam………arah kiblat keliru sampai lama sekali baru dibetulkan..akmad dahlan sudah sampaikan hal tersebut sejak lama…….subhanallah

  12. By habibihisyam on Aug 30, 2011 | Reply

    alhamdulillah masukan dari Dr. M Faiq Sulaifi mencerahkan kita semua. intinya kita tidak sedang mencari perbedaan semua sudah dicontohkan Nabi kita yg mulia Muhammad SAW.seharusnya umat Islam adalah umat yg cerdas karena Islam itu dinamis dan selalu sesuai dengan perubahan waktu dan zaman sampai akhir nanti.maaf lahir bathin…

Post a Comment

About Me

The smiling geekIndependent IT Consultant and Trainer, mastering in Microsoft technologies. 13 years experience in all level of systems and network engineering. Currently being awarded as Microsoft MVP in Exchange Server. Live in Jakarta, Indonesia. Claimed himself as a not ordinary geek, who loves photography and hanging out with friends. More.

Want to subscribe?

 Subscribe in a reader Or, subscribe via email:
Enter your email address:  
Google