Evacuate! Evacuate!

Written on 22 February, 2007 – 21:31 | by Rahmat Zikri |
503 Error

Sorry, that didn’t work.
Please try again or come back later.

503 Error. Service Unavailable.

Belum hilang dari ingatan kita kabar mengenai hilangnya pesawat Adam Air dengan kode penerbangan KI-574 yang jatuh di perairan Sulawesi pada awal tahun 2007 ini. Tiba-tiba kita kembali mendapat kabar bahwa sebuah pesawat Adam Air yang lain juga mengalami musibah. Walau kali ini tidak ada korban jiwa, namun tetap saja musibah ini menjadi berita yang menarik. Apalagi maskapai penerbangannya sama persis.

Terlepas dari spekulasi dan analisis mengenai penyebab kecelakaan yang terjadi, hal yang menarik minat saya untuk menulis kali ini adalah sikap dari sebagian besar penumpang yang ada di dalamnya.

Kabarnya, pesawat Adam Air dengan kode penerbangan KI-172 sempat mengalami keterlambatan take-off karena mesti mengganti ban di bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta. Mungkin saja ada Standard Operation Procedure yang tidak dilaksanakan dengan baik. Tapi ada kemungkinan juga penyebab musibah tersebut adalah karena faktor cuaca (hujan) dan angin yang bertiup kencang.

Dari beberapa berita yang saya baca, ada banyak sekali cuplikan-cuplikan komentar dari beberapa penumpang yang ada. Ada yang bilang sudah punya perasaan tidak enak sejak diinformasikan bahwa pesawat akan mengalami keterlambatan jadwal terbang, ada juga yang mengatakan bahwa ketika take-off pun guncangannya sudah keras. Ada lagi yang cerita bahwa sebelum landing pesawat sudah miring. Yang paling lucu menurut saya adalah yang komentar bahwa masker oksigennya ngga keluar!

Guncangan ketika take-off atau landing adalah hal yang biasa. Seberapa keras yang dimaksud oleh narasumber tadi bisa bersifat subyektif. Bergantung dari seberapa banyak jam terbang yang telah ia miliki. Pada kasus tergelincirnya KI-172 di Bandara Djuanda, Surabaya, hentakan memang pasti terasa keras. Apalagi jika duduk di bagian belakang. Karena pada saat landing, roda belakang adalah bagian yang paling awal mencium landasan pacu. Dalam kasus ini, hentakan keras memang harus dilakukan, karena landasan pacu basah dan licin. Hentakan keras dimaksudkan untuk meminimalisir tergelincirnya pesawat. Istilahnya hard landing atau bisa disebut juga positive landing.

Pesawat miring pada waktu hendak landing juga sangat biasa. Karena pada saat hendak landing pilot pesawat biasa melakukan manuver. Manuver bisa dilakukan karena pilot mesti mengambil posisi landing yang bertolak belakang dengan arah heading rute terbang yang dia jalankan, atau karena memang sempat diminta berputar-putar sebentar oleh pihak menara kontrol (ATC=Air Traffic Control) karena ada pesawat lain yang mesti take-off atau juga mengantri untuk landing. Masker oksigen jelas tidak akan keluar pada kasus terpelesetnya KI-172 di Surabaya ini. Karena masker oksigen hanya akan keluar ketika tiba-tiba terjadi perubahan tekanan udara di dalam pesawat.

Dari sekian banyak penumpang yang menjadi narasumber dadakan, salah satu di antaranya bernada menyalahkan mbak-mbak pramugari, dengan mengatakan bahwa pramugari tidak berbuat apa-apa sehingga penumpang akhirnya membuka sendiri pintu darurat. Walau saya pribadi tidak pernah –dan tidak ingin—berada dalam kondisi mencekam seperti itu, tapi acapkali saya dengan sengaja meminta tempat duduk persis pada baris pintu darurat. Sehingga secara langsung atau tidak saya wajib mengetahui apa yang mesti dilakukan pada saat kondisi darurat. Apalagi jumlah penerbangan yang saya lakukan bisa dibilang tinggi setiap bulannya –tentunya sebagai orang awam yang bukan cabin crew.

Dalam kondisi darurat, yang bertugas membuka pintu darurat adalah penumpang yang duduk persis di sebelah pintu darurat. Sedang penumpang yang duduk di sebelahnya bertugas untuk mengarahkan penumpang-penumpang lain agar menuju pintu tersebut. Pramugari pun tidak berhak memberikan persetujuan kepada penumpang untuk membuka pintu darurat. Karena dalam pesawat mestinya kita memasrahkan diri pada satu komando. Hal ini yang kurang disadari oleh hampir sebagian besar penumpang. Segala sesuatu yang akan terjadi kita pasrahkan pada pilot sebagai komandan.

Dalam kondiri darurat dan saatnya membuka pintu darurat, prosedurnya adalah pilot akan menyebut sebuah kata: “Evacuate! Evacuate!” atau bisa juga dalam bahasa Indonesia, “Evakuasi! Evakuasi!”. Pada saat itu, penumpang yang ada di baris pintu darurat telah mendapatkan delegasi “kekuasaan” untuk membuka pintu darurat. Namun demikian, belum tentu pintu darurat yang ada persis di sebelah kita (jika kebetulan kita yang duduk di baris pintu darurat ini) bisa dibuka. Penumpang di pintu darurat harus melihat dan memastikan bahwa situasi di luar (persis di depan pintu darurat) aman. Misalnya tidak ada kobaran api. Jika ada rintangan, maka penumpang mesti keluar dari pintu yang lain. Tidak semua pintu darurat bisa dibuka pada semua kondisi. Misalnya pada pendaratan di air. Standard Operation Procedure pada keadaan darurat ini lah yang seringkali diabaikan. Kita bisa mengerti mungkin karena situasi yang sangat panik karena nyawa sedang dalam taruhan. Tapi juga bukan tidak mungkin yang terjadi adalah seringkali penumpang bersikap acuh tak acuh terhadap apa yang mesti dia lakukan pada saat darurat. Sikap menyalahkan pramugari tidak akan terjadi jika penumpang tahu bahwa pramugari tidak memegang komando dalam pesawat. Menurut saya, pada saat darurat seperti itu, penumpang dan pramugari punya pangkat yang sama. Malah saya memberikan pangkat satu tingkat di atas untuk para penumpang yang berada di pintu darurat. Bukan tidak mungkin pada saat seperti itu justru mbak pramugari ini lebih nervous dan ketakutan, muka pucat dan berkeringat dingin ketimbang penumpang!

Sekali lagi, segala sesuatu di dalam pesawat seharusnya dijalankan atas perintah pilot. Termasuk perintah untuk membuka pintu darurat. Selebihnya kita hanya bisa berdoa, memohon ampun dan menyerahkan diri pada Allah SWT, bahwa ternyata jarak antara hidup dan mati itu sangat tipis sekali.

Be Sociable, Share!

Related Posts

--related post--
  1. 2 Responses to “Evacuate! Evacuate!”

  2. By zhar aditya on Oct 7, 2007 | Reply

    Hahaha….

    Nah itu dia, aku pernah nonton 2 versi evacuation program dari adam air…

    Evacuation program yang pertama menjelaskan tentang pembukaan pintu darurat…

    Dan evacuation program kedua sama sekali gak menyinggung pintu darurat….

    Yang paling gak enak itu nonton evacuation program dari singapore…SQ…

    Bosaaaaaaaaan….nontonnya di TV seh…mereka gak memperagakan langsung kayak kebanyakan pramugari di Indonesia….

    Gak bisa liat mbak mbak cantik deh….

  3. By Rahmat Zikri on Dec 12, 2007 | Reply

    #1

    hampir di semua pesawat berbadan lebar emang sudah ngga ada safety demo ‘manual’ lagi. semua lewat display video (bukan cuma SQ). termasuk beberapa pesawat seri 737 di Garuda Indonesia juga sudah pakai video demo.

Post a Comment

About Me

The smiling geekIndependent IT Consultant and Trainer, mastering in Microsoft technologies. 13 years experience in all level of systems and network engineering. Currently being awarded as Microsoft MVP in Exchange Server. Live in Jakarta, Indonesia. Claimed himself as a not ordinary geek, who loves photography and hanging out with friends. More.

Want to subscribe?

 Subscribe in a reader Or, subscribe via email:
Enter your email address:  
Google