Potensi Zakat Bagi Ekonomi Rakyat

Written on 17 September, 2008 – 10:10 | by Rahmat Zikri |
503 Error

Sorry, that didn’t work.
Please try again or come back later.

503 Error. Service Unavailable.

Zakat adalah salah satu dari rukun Islam, yang merupakan bagian dari unsur pokok tegaknya syariat Islam. Zakat bersifat wajib bagi setiap individu muslim yang telah memenuhi syarat-syarat yang telah ditetapkan pada Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad SAW.

Dari makna bahasa, zakat berarti "membersihkan", bisa juga bermakna "tumbuh" atau "berkembang". Sedangkan dari tinjauan hukum Islam bermakna sebagai kegiatan mengeluarkan sebagian harta dalam jumlah dan hitungan tertentu untuk orang-orang tertentu sesuai yang telah diatur oleh agama. Zakat ada dua jenis, yaitu zakat fitrah dan zakat maal (harta).

Berkaitan dengan zakat harta, sebuah kejadian yang lagi-lagi terjadi adalah musibah yang mengakibatkan meninggalnya 21 orang yang antri hendak mendapatkan zakat di sebuah tempat di Pasuruan. Sekitar 5.000 orang antri berdesak-desakan untuk mendapatkan uang senilai Rp 10.000 – Rp 40.000.

Pada satu sisi, kegiatan membagi-bagikan uang tentu baik. Akan tetapi, jika ingin mendapatkan manfaat zakat yang lebih besar lagi, sepatutnya zakat tidak dibagi-bagikan tunai dalam nominal kecil ke ribuan orang seperti yang terjadi di Pasuruan. Mengapa? Uang senilai Rp 10.000 – Rp 40.000 memang bernilai bagi fakir miskin. Bisa dipakai untuk makan.

Untuk seorang muzakki (orang yang mengeluarkan zakat) seukuran Pak S di Pasuruan, kita coba berhitung sederhana saja. Ambil nilai tengah Rp 25.000 dikalikan 5.000 orang yang antri = Rp 125.000.000. Jika dibagi-bagikan senilai Rp 25.000 tadi, pasti dalam hitungan sekejap habis dipakai buat makan. Katakanlah bisa untuk 2 hari dimakan oleh satu keluarga. Lantas pada hari ketiga mereka mau makan apa? Siapa yang perduli? Andai nilai zakat tersebut hanya dibagikan ke beberapa puluh orang saja, atau bahkan hanya ke beberapa orang saja, tentu dengan kriteria dan ketentuan yang telah diatur, nominal yang diperoleh adalah nilai yang cukup dipakai untuk modal usaha orang-orang tersebut. Dengan uang yang bisa dipakai sebagai modal, kita memberikan kail dan umpan bagi si penerima zakat (disebut mustahiq). Kail dan umpan yang diberikan dapat dipakai untuk mencari makan setiap hari, bahkan tidak mustahil beberapa tahun kemudian si mustahiq ini berubah menjadi orang yang sudah dapat mengeluarkan zakat (muzakki). Dari kondisi ini, terpenuhi makna zakat dari segi bahasa yang berarti tumbuh atau berkembang. Bukan "menghilang" di dalam perut atau bahkan dibelikan rokok.

Membagikan zakat secara langsung tidak dilarang oleh agama. Akan tetapi, pembayaran zakat akan lebih bermanfaat jika banyak umat Islam yang memanfaatkan lembaga-lembaga amil zakat (lembaga yang mengurus, menerima dan mendistribusikan zakat). Zakat yang dihimpun dari umat akan membangun kekuatan ekonomi yang besar. Seperti halnya lidi yang kuat jika disatukan bersama-sama, dan lemah jika hanya sebatang kara. Pada saat ini ada banyak lembaga amil zakat, mulai dari tingkat kecil seperti di masjid-masjid, tingkat daerah sampai ke tingkat nasional (seperti Bazis atau Baznas). Silahkan pilih yang memiliki program distribusi yang paling sesuai dengan keinginan Anda.

Berdasarkan syariat Islam, orang-orang yang berhak menerima zakat itu tidak melulu fakir dan miskin. Tetapi bisa juga mereka yang sedang menuntut ilmu, musafir yang kehabisan biaya dalam perjalanan, mereka yang berjuang di jalan Allah seperti pendakwah, mualaf yang membutuhkan bantuan, orang yang berhutang untuk kebutuhan halal namun tidak sanggup melunasinya.

Memanfaatkan lembaga amil zakat tidak saja membuat dana zakat yang terkumpul menjadi lebih efektif, akan tetapi juga bisa menghindari mudharat seperti jatuhnya korban jiwa yang terjadi di Pasuruan. Di tahun-tahun sebelumnya pun di beberapa tempat acapkali jatuh korban, minimal pingsan. Bahkan di tempat Pak Haji S di Pasuruan ini pun tahun lalu jatuh korban pingsan. Pemanfaatan lembaga amil zakat juga menghindari kemungkinan lain yang justru menimbulkan dosa dan menghilangkan pahala zakat itu sendiri, yaitu sifat riya’ alias ingin dipuji. Ini adalah sifat yang manusiawi, ingin dianggap sebagai dermawan. Menyuruh para mustahiq mengantri zakat juga sama seperti melecehkan harga diri mereka. Akan lebih terhormat jika si pemberi mendatangi langsung orang yang akan menerima. Jangan lupa, ketika tangan kanan memberi, tangan kiri tidak perlu tahu. Maksudnya tentu ketika Anda memberi zakat, tidak perlu diketahui orang banyak.

Berdasarkan sebuah kalkulasi perhitungan potensi zakat umat Islam di Indonesia, setidaknya pada saat ini potensi yang bisa dihimpun bernilai Rp 7 triliun dalam setahun! Tetapi realisasi yang terdeteksi kira-kira hanya senilai Rp 500 milyar. Bayangkan jika potensi ini bisa digali penuh. Berapa banyak orang miskin yang bisa diberi modal, sehingga beberapa tahun ke depan mereka sanggung mengeluarkan zakat juga? Berapa banyak anak muda yang bisa dibiayai sekolahnya, sehingga kelak memiliki modal yang cukup untuk hidup lebih layak dengan bekal ilmunya?

Dari sini kita bisa berharap nilai potensi zakat dari tahun ke tahun bukannya menurun, tetapi meningkat! Untuk individu yang telah wajib mengeluarkan zakat juga jangan melupakan janji Allah, tidak ada orang yang jatuh miskin karena mengeluarkan zakat. Membayar zakat sama dengan men-syukuri nikmat Allah. Janji Allah: jika engkau bersyukur atas nikmat-Ku, niscaya akan kutambah.

Be Sociable, Share!

Related Posts

--related post--
  1. 6 Responses to “Potensi Zakat Bagi Ekonomi Rakyat”

  2. By Rully Yulian MF on Sep 17, 2008 | Reply

    BAZ di negara kita sepertinya tidak berjalan sesuai dengan harapan. Mungkin ini yang menjadikan masyarakat tidak percaya lagi kepada pemerintah (begitu juga saya 😀 )…

    Pada jaman Nabi dulu, konon pembagian zakat itu langsung didistribusikan ke orang yang berhak, sehingga tidak mempertontonkan kemiskinan rakyat tersebut.

    Harusnya ini menjadi tanggung jawab pemerintah. Banyak orang-orang pintar di negara kita ini yang menguasai tentang zakat, syariah,dll. tapi ya itu implementasinya ga ada…korupsi makin menjadi-jadi, dana zakat juga kemungkinan besar bisa saja mereka korup kalau aturan di negara kita ini belum jelas…hmmm…

  3. By Rahmat Zikri on Sep 17, 2008 | Reply

    @ Rully: Badan Amil Zakat (BAZ) tidak mesti dikelola oleh otoritas negara (baca: Pemerintah). Bahkan pengurus masjid pun boleh menjadi lembaga amil. Ada beberapa BAZ yang dikelola oleh ‘swasta’. Yang paling penting adalah transparansi penyaluran zakatnya. Hal ini bisa dibantu dengan adanya audit akuntan publik.

    Pada negara2 yang berlandaskan syariat Islam, memang zakat diurus oleh negara. Tetapi jangan lupa, Indonesia tidak berlandaskan syariat Islam.

  4. By Alia on Sep 17, 2008 | Reply

    Lagi-lagi gw setuju Ri!…Nggak perlu komentar lagi, semua dah loe jabarin diatas..

  5. By mikok on Sep 17, 2008 | Reply

    Tumben lu bener zik !

  6. By vera on Sep 20, 2008 | Reply

    kekasih ku lagi waras niy otak nyah… :))
    akuu setujuuu….
    aku punya teman yg bbrp kali menawarkan uang seribu dan seratus ribu pada pengemis..tp sembari dia bilang…kalo seribu ambil ajah..kalo mau yg seratus ribu..ini sebagai hutang..buat modal usaha..bayarnya dicicil..bbrp orang pengemis diajarin buat jualan gado2..dan berhasil melunasi 100rb tsb..dalam bbrp bulan..sungguh lebih bermanfaat daripada cuma kasi seribu buat nambah beli makan buat hari itu sajaaa…

  7. By hendri on Feb 12, 2009 | Reply

    email mas zikri mana ya? aku mau banyak nanya nie maklumlah baru belajar lg tentang IT,, bagi-bagi ya ilmunya,.. terimakasih

Post a Comment

About Me

The smiling geekIndependent IT Consultant and Trainer, mastering in Microsoft technologies. 13 years experience in all level of systems and network engineering. Currently being awarded as Microsoft MVP in Exchange Server. Live in Jakarta, Indonesia. Claimed himself as a not ordinary geek, who loves photography and hanging out with friends. More.

Want to subscribe?

 Subscribe in a reader Or, subscribe via email:
Enter your email address:  
Google