Minta Oleh-Oleh

Written on 16 May, 2007 – 10:28 | by Rahmat Zikri |
503 Error

Sorry, that didn’t work.
Please try again or come back later.

503 Error. Service Unavailable.

Entah dari mana asal-usulnya, orang Indonesia punya ‘penyakit’ khas Indonesia yang ngga ada di negara lain… minta oleh-oleh .. Hehehe. Percaya atau ngga, ‘penyakit’ ini ngga ada di tempat lain. Bahkan di kamus pun kita akan kesulitan mencari padanan kata oleh-oleh dalam bahasa asing. Sedikit melenceng, orang Indonesia juga punya penyakit aneh lainnya, masuk anjing, eh, masuk angin :))

Entah siapa yang memulai dan sejak kapan, orang Indonesia paling ngga bisa lihat atau tahu ada kenalan atau saudaranya yang akan bepergian ke luar kota, apalagi kalau ke luar negeri. Semacam sudah ada standard operation procedure rutin dalam otak orang Indonesia, pasti akan segera bilang: “jangan lupa oleh-olehnya yaaa!”

Entahlah karena tidak kreatif, atau sebenarnya di bawah sadar merupakan pengulangan terhadap peristiwa-peristiwa yang pernah dialaminya sendiri, ada banyak hal yang merupakan standard operation procedure menjemukan pada komunikasi orang Indonesia. Selain kalimat wajib minta oleh-oleh di atas, orang Indonesia sudah terbiasa melakukan standard operation procedure untuk banyak hal lainnya. Misal, jika bertemu dengan saudaranya yang masih kuliah, pertanyaan tidak kreatifnya adalah “kapan lulus?”, setelah lulus, pertanyaan berikutnya adalah “kapan nikah?”, nanti setelah nikah, pertanyaannya adalah “kapan punya anak?”.

Pada tulisan kali ini, pengkhususan yang saya bahas adalah pada kalimat “jangan lupa bawain oleh-oleh yaaa”. Sebuah kalimat yang secara pribadi mungkin sudah tidak pernah saya ucapkan lagi selama bertahun-tahun terakhir ini.

Pengharaman pengucapan kalimat di atas adalah sebagai pengejawantahan sikap empati saya ke orang yang akan melakukan perjalanan ke luar kota atau ke luar negeri. Coba posisikan diri anda sebagai orang yang melakukan perjalanan tersebut. Apakah anda akan dengan senang hati menghabiskan waktu dan tenaga untuk sibuk mencari berbagai pesanan puluhan orang yang telah menitipi anda segudang daftar oleh-oleh dan mengabaikan agenda utama anda berjalan ke luar kota atau luar negeri tersebut? Padahal waktu anda terbatas. Tentu tidak bukan?

Bukannya anti terhadap oleh-oleh. Pada kondisi tertentu, sebenarnya senang-senang saja bisa membagi kebahagiaan dengan membawakan oleh-oleh. Saya pun dengan senang hati akan menerima setiap oleh-oleh yang diberikan oleh siapa pun. Tapi yang terpenting adalah bukan memberatkan apalagi merepotkan. “Gua titip ini yaaâ”, “Akyu dibeliin anu yaa”, Kecuali anda berminat mengganti sebagian atau seluruh ongkos tiket perjalanan tersebut. Hahaha.

Problem lain yang jarang sekali disadari oleh para penderita penyakit “minta oleh-oleh” adalah tidak terbiasa berpikir dengan kurs. Selain sikap ego –merasa hanya dirinya saja yang bakal nitip oleh-oleh– penderita penyakit ini yang lupa dengan kurs kadang bersikap membahayakan kredibilitas diri sang traveller. Tanpa berpikir panjang berapa harga barang yang dititipi, bisa dengan segera mengklaim temannya yang tidak membawakan oleh-oleh sebagai orang pelit. Tanpa pernah membayangkan bahwa biaya hidup di tempat tujuan tersebut bisa berkali-kali lipat daripada biaya hidup di Indonesia. Apa jadinya jika sebuah kaos ‘murahan’ seharga USD 50 diborong untuk oleh-oleh buat orang sekampung?

Saya pernah terkaget-kaget melihat ongkos parkir per ½ jam di Amerika Serikat seharga USD 7! Dengan harga segitu, di Jakarta sudah cukup untuk ongkos parkir mobil sehari-semalam!!! Parkir selama 24 jam di Seattle (U.S) seharga l.k USD 26, atau sekitar Rp 250.000,00. Wow. Tapi ternyataaa, di Tokyo bisa 2x lipat dari situ. Tarif parkir nginap bisa mencapai ½ juta rupiah. Kali ini w nya banyak. Wooowwwwwwwwwwww….

Tokyo memang termasuk salah satu kota termahal di dunia. Tapi ternyata, orang Tokyo juga bisa “minta ampun” dengan mahalnya harga/biaya hidup di Paris. Saya ngga tahu lagi deh mau nulis wow dengan o dan w sebanyak apa. Yang jelas, kerangka berpikir dengan cara perbandingan (kurs) seperti ini nyaris tidak pernah dipikirkan oleh banyak orang Indonesia yang terkena penyakit “oleh-oleh”.

Sebenarnya buat saya masalah harga barang adalah masalah nomor tiga. Walau signifikan sebagai masalah juga, tetap saja buat saya ini ada di nomor tiga. Alasan pertama adalah alasan waktu. Dalam waktu perjalanan yang terbatas, misal hanya dalam waktu 2-3 hari, dengan berbagai agenda yang sudah direncanakan, tentunya saya tidak berharap kenyamanan pribadi saya dalam menjalankan berbagai agenda dan juga acara terganggu oleh kewajiban mengejar berbagai daftar tunggu yang mesti dibawa pulang ke Jakarta. Kecuali, sekali lagi, anda berminat untuk menanggung sebagian atau syukur-syukur seluruh biaya perjalanan tersebut. Your wish is my command. For sure. Hihihi.

Alasan yang menjadi masalah nomor dua buat saya adalah kepraktisan. Jangankan untuk membawakan oleh-oleh buat orang lain, membawa barang sendiri pun sebenarnya kalau bisa ngga ada yang dibawa. Lenggang kangkung aja deh. Dari jaman kuliah dulu, setiap kali hendak kembali ke Bandung setelah mudik ke rumah orangtua di Bandarlampung saya selalu menolak untuk membawa berbagai perbekalan logistik. Repot bawanya. Cash is better. And valuable for everything. Indeed.

Sekali lagi, sebenarnya oleh-oleh sah-sah saja. Mungkin sudah menjadi tradisi di Indonesia. Tapi yang terpenting adalah sikap empati orang yang minta oleh-oleh. Jangan sampai memberatkan orang yang dititipi. Baik itu memberatkan dalam hal waktu, biaya, apalagi barangnya memang benar-benar berat secara fisik. Dijamin 100% benar-benar berat dan lagi memberatkan.

Pastikan bahwa oleh-oleh yang hendak diminta –atau barang yang nitip beliin— gampang untuk ditemukan. Jangan lupa juga basa-basi, “kalau ngga nemu ngga apa-apa”. Jadi orang yang dititipi tidak mendapatkan beban moral untuk menghabiskan waktu mencari amanah yang dititipkan padanya. Juga sangat bijak jika memberikan penggantian biaya pada barang tersebut, kecuali jika yang dititipi menolak. Pastikan pula bahwa ukuran dan beratnya tidak menyusahkan orang yang dititipi. Camkan dalam-dalam di hati, bahwa sangat mungkin anda bukan satu-satunya orang yang nitip oleh-oleh. Harap amat sangat diingat bahwa ukuran dan berat bagasi sangat diperhatikan dengan ketat di banyak bandara di luar negeri. Kelebihan berat bagasi bisa berharga sangat mahal untuk ukuran kantong orang Indonesia. Saya pernah mengalami overweight bagasi di bandara Narita, Tokyo, seberat 6KG (dari jatah yang hanya 20KG untuk penerbangan dalam Asia menggunakan salah satu maskapai milik Amerika). Mau tahu berapa ongkos kelebihan berat sebesar 6KG tersebut yang mesti dibayar? Hampir 20.000 yen, atau sekitar 1,6 juta rupiah!!!

Pengecualian yang mungkin bisa ditolerir selain barang yang mudah didapat, tidak berat dan tidak mahal adalah titipan dari orang-orang yang dicintai, atau juga orang-orang yang secara aktif berpartisipasi dalam kegiatan perjalanan tersebut. Misalnya, saya akan dengan senang hati dan sukarela bahkan cenderung pro-aktif menawarkan jasa membawakan oleh-oleh atau barang titipan untuk orang yang telah menyediakan tumpangan menginap dan/atau transportasi/makan selama saya berada di luar kota atau luar negeri. Untuk ini, hitung-hitung simbiosis mutualisme namanya.

Be Sociable, Share!

Related Posts

--related post--
  1. 39 Responses to “Minta Oleh-Oleh”

  2. By Nila on May 16, 2007 | Reply

    Pada dasarnya, orang yang sedang melakukan perjalanan itu pasti punya ‘list’ tersendiri, siapa aja orang2 yang akan di bawain ‘oleh-oleh’.. So, still pede aja, tanpa perlu nitip ‘oleh-oleh’, klo emang kita termasuk dalam ‘list’ nya, pasti ‘oleh-oleh’ itu bakalan nyampe ke kita,, hehehhee… 🙂

  3. By Zikri on May 16, 2007 | Reply

    #1
    Pada dasarnya akyu ngerti maksudnyah ;)) lalu kapan ke Bank Indonesia di Lampung? =))

  4. By Jay on May 16, 2007 | Reply

    Memang khas Indonesia. Kadang penolakan terhadap behaviour seperti ini sering dianggap aneh oleh orang lain.

  5. By endhoot on May 16, 2007 | Reply

    jadi, oleh2nya mana?
    *cuek*

  6. By salee on May 16, 2007 | Reply

    Gwa hahahaha … :D…
    namanya juga basa basi.. bentar basi.
    so, why should worry?
    Menurut gw, sering kali… orang2 terdekat kita yang tidak ‘minta oleh-oleh’ justru yang paling mengharapkan perhatian dari kita.

    menjadi cukup sensitif untuk ‘read between the lines’…

    ‘basa basi’ mungkin dilihat dari berbagai sisi, salah satunya mungkin… ‘mencoba berkomunikasi’. =)
    kurasa… ‘basa-basi’ itu otomatis akan ‘menghilang’ dari pembicaraan setelah komunikasi sudah bersifat 2 arah.

  7. By Zikri on May 16, 2007 | Reply

    #5

    Lee, ini tulisan general opinion aja koq.. bukan masalah worry or not. Tapi sih emang pernah juga nemu jenis manusia yang sudah capek2 dibawain masih protes “masa cuma segini”… tanpa pernah memikirkan repotnya bawa2, atau berpikir bahwa ada orang2 lain yang juga pengen dapat oleh2. Tangan kita cuma dua bukan? 🙂

    Banyak orang memang mengucapkan kalimat “oleh-olehnya yaaahh” hanya sebagai basa-basi. Otomatis aja begitu. Tapi ada juga yang beneran 😀

  8. By Zikri on May 16, 2007 | Reply

    nambahin dikit lagiii… kalau kamu ke luar kota/negeri hanya sesekali, katakanlah setahun sekali, pasti agak susah membayangkan kerepotan yang dihadapi sama orang yang bisa setiap minggu bepergian 😀

  9. By Priyadi on May 16, 2007 | Reply

    GA PEDULI! POKOKEâ„¢ MANA OLEH2NYA???

  10. By Sisca on May 16, 2007 | Reply

    ki……..
    ca’elah sebenernya gampang aja, kalo ga mo dititipin oleh2 ya jgn bilang2 kalo mo travelling…
    hehehehehe btw ntar sepatunya no. 7 ya… gue ganti kok di jkt (hwahahaha teutuep….. :p)
    aniwei… hv a great trip yehhhhh 😉

  11. By Sarah on May 16, 2007 | Reply

    Actually I’ve heard some people minta oleh-oleh in Malaysia too. Be it in Borneo(Sabah/Sarawak) or Semenanjung Malaysia.

  12. By salee on May 16, 2007 | Reply

    :/… again… complicated..
    as long as u don’t say ‘OK’, gak ada beban moral.. nyantai aja.. so, terserah, kanan kiri mau komentar atau minta macam2. care less :p

  13. By Zikri on May 16, 2007 | Reply

    #11
    Yup… complicated. Percaya ngga, ini sebenernya common problem yang dihadapi oleh banyak orang ketika mau bepergian. Masalahnya, banyak orang melayu (generalized, karena bukan cuma orang Indonesia aja, misalnya seperti kata Sarah #10) yang segan untuk bilang tidak.

    Tulisan ini pun bisa jadi membuat banyak orang tersentak kaget. Tapi, percaya-lah, ini juga adalah kata hati nurani orang banyak.

    Benang merah dari tulisan ini adalah empati. Merasakan sebagai orang lain. Kalau minta oleh-oleh, terserah yang mau bawain, mau ngebawain apa. Kalau nitip beli sesuatu, kira-kira dulu… berat kah? repot kah mencari-carinya? atau besaarrr… ngga berat dan ngga susah sih nyarinya, tapi ukurannya itu loh.

  14. By salee on May 16, 2007 | Reply

    naahhhh… satu hal nih:
    kalo temen/sodara nitip barang, gak kita janjiin, may be yes..or no,
    tapiiiii…..
    kalo ada yang nitipin barang untuk sampaikan ke orang lain di tempat tujuan, dan pulangnya, ada lagi yang nitipin untuk bawa pulang dan sampaikan ke orang lain lagi….

    entah kenapa yang ini susah ditolak…
    gimana tuh?

  15. By Zikri on May 16, 2007 | Reply

    #13
    Logika yg dipakai adalah, kalau sudah mau dititipin barang waktu pergi, pasti mau juga dititipin barang waktu kembali.

    Buat gw sih ngga masalah selama tidak merepotkan dan memberatkan. Apalagi kalau mereka (yang nitip) berkontribusi terhadap penghematan perjalanan kita. Misalnya jadi tempat nebeng tidur atau makan. Yang begini kan namanya kerjasama saling menguntungkan. Why not?

  16. By salee on May 16, 2007 | Reply

    okey.. good folks …

    Tapi, justru yang beginian, aku agak khawatir…
    ntar kalo barang titipannya ‘kenapa-kenapa’, gimana donk?

    enaknya sih… dua2 nya gak usah… *peace*

    tapi, yang kedua emang agak susah ditolak. :p

  17. By Yuliana Tan on May 16, 2007 | Reply

    Kalo berdasarkan gender… cowok emang lebih malas bawain oleh2… dalam rangka emang di minta or atas inisiatif sendiri.

    Pernah ama teman2 cowok di Padang, jelas2 tinggal beli, bayar dan tenteng (kripik balado di Bandara ) tetap gak dibeli tuh, even 1 bungkus only untuk ksh cicip ke keluarga ” ini loh… kripik cristine hakim yg tersohor itu ” Saya sampai takjub!

    Besok2 gak latah bilang ” Jangan lupa oleh2 ya… ” toh sudah hapal kan? :-”

    Yang penting tetap dapat oleh2nya :”>

  18. By gusduy on May 16, 2007 | Reply

    gitu aja koq repot 😛

  19. By szn on May 16, 2007 | Reply

    #5
    Setujuuu, sebenernya hal ini gak perlu dipermasalahkan.. ada hal yang lebih penting misalnya “data KPU bisa menggunakan Excel”.. ;))

    Karena seringkali orang yang bilang “jangan lupa oleh-olehnya yaaa..” cuma basa-basi doank (semacem ‘selingan pembicaraan’ gitu)… Toh saat gak dibawain oleh2 ybs gak complain juga.. 😀

    Meskipun kalo dibawain tetap diterima dengan tangan terbuka (bukan minta peluk) 😀

    Ini masalahmu akhir2 ini ya Kik?? ;))

  20. By susanvirna on May 17, 2007 | Reply

    ..iya deeh gak minta oleh oleh lagi, asal Zikri kembali dengan selamat dah seneng koq… hihihihii. Lagi di Lampung kan..? Keripik pisangnya boleh juga tuuh ..:)

  21. By Koen on May 17, 2007 | Reply

    Aku malah kerepotan waktu ada temen maksa, “Bener nih, nggak mau dibawain apa?” — soalnya aku beneran nggak punya ide. Kayaknya memang ada bangsa autis yang ogah mikir bawa oleh2, sekaligus ogah mikir minta oleh2 :).
    So, apa lagi kebiasaan aneh bangsa gue ini?

  22. By Yuliana Tan on May 17, 2007 | Reply

    Resiko tukang keliling 😀

    Minta oleh2 itu gak umum di seluruh dunia toh? pantesan waktu basa basi minta oleh2 ama tmn native, dianya bingung :-/ kikikikk.. maaf … :”>

  23. By Affan on May 20, 2007 | Reply

    Tips untuk traveler yg kena tanggungan mengoleh-olehi orang2 yaitu bikin oleh2 default. Kalau saya, utk ayah ibu dan adik itu dapet kaos atau sandal jepit khas. Sisanya dapet souvenir. That’s it. Take it or leave it. Souvenir favorit saya : gantungan kunci. Kecil (gak menuh2in koper), murah, dan cari yg ada tulisan negara yg kita kunjungi tadi, mis. Philippines, Vietnam, dsb.

    Agak tolol sih, tapi itu dari pengalaman saya. Tapi kalau disuruh ke Tokyo, Paris, London atau Los Angeles ya gak tahu lagi ya. Kursnya gila2an kayak gitu. Kalau negara2 Asia Tenggara sih mungkin tips saya masih berguna.

  24. By Zikri on May 20, 2007 | Reply

    #22
    masalahnya bukan pada oleh2 default… tapi sering kali pada nitip yg beraneka ragam, tanpa mikirin apakah yang dititipin punya cukup waktu untuk mencari berbagai titipan dari berpuluh orang 😀

  25. By yanti on May 23, 2007 | Reply

    hehe setuju, gw juga udah lama ga pernah minta oleh2. kecuali kalo ditanya, “lo mau dibawain apa?”
    kalo gw yang ditanya oleh2, gw paling bilangnya, “dioleh2in foto2 gw, mau ga?”.

  26. By op on May 23, 2007 | Reply

    Ttg oleh2 kok ada tulisan “pertanyaan berikutnya adalah “kapan nikah?”..yaaaaa…Kayanya curhat colongan nih hueheehehhe

    btw kalau sy mah menggaris bawahi titipan, dulu karena ga bs pulang suka seenaknya nitip2sama orang, bahkan sampe ngambek karena ga dikasitau kalau dia pulang, sekarang? masih hihihi …Ngga dinggg….
    Kalau ditawarin aja dan mudah2an sih tidak memberatkan…:mengucapkan terima kasih yang sebesar2nya kepada yang selama ini suka dititipi..Jazakumullah….:

  27. By Zikri on May 25, 2007 | Reply

    #26
    bukan curhat colongan koq.. kan udah dibilang, itu contoh pertanyaan2 basa-basi yang standar banget. seperti juga pertanyaan “kapan punya anak?” dsb. gw belum pernah ditanya yang itu tuh 😀

  28. By Anthony Fajri on May 28, 2007 | Reply

    Makanya punya kartu emas biar bisa lebih dari 20kg

  29. By shinbi on Jun 5, 2007 | Reply

    Ha? 20kg? ngeborong blanjaan buat buka toko lg kali ya ? Hehehe 😀 6 Kg sih ngga seberapa .. baru2 ini ada temen yg overweight sampe 15 kg :p

    oh ya, tambahan kalimat baru lain selain nitip oleh2 sewaktu saya pulang dari jalan2 baru2 ini yaitu “jangan lupa nanti di share ya foto2nya ya .. ” .. hmm kalimat ini rada janggal ditelinga saya krn lain drpd yg lain, biasanya nitip oleh2 tp ini cm minta dishare foto? hehehe
    Apa ini versi lain dari nitip oleh2 (baca: sindiran halus)? ato udah yakin kalo bakal dibawain oleh2? ato tau krn perginya lama & biaya disana mahal?
    Wah tebak2 buah manggis nih. Who knowslah, Wallohu a’lam.. 🙂

  30. By satriyo wibowo on Jun 7, 2007 | Reply

    Agak beda memang…. Kalo saya dan istri malah cenderung suka beliin oleh-oleh. Ud kebiasaan di keluarga kalo bepergian pasti oleh2nya nyampe ke keluarga inti, tetangga dekat, temen, dan kolega dekat. Sampai2 kami selalu siapin list apa dan untuk siapa oleh2 itu, dan menjadikan agenda berburu souvenir sebagai agenda wajib;-), misal : Chatuchak Market – Bangkok, Night Market – TempleSt HK, Lowu – Shenzhen, Pasar Seni – KL, CityLoft – Universal Studio, Heera Plaza – Jeddah. Suka belanja sih….
    List wajib oleh2 untuk sendiri biasanya snowball, tempelan kulkas, postcard, gantungan kunci, kaos. Standar oleh2 unt keluarga inti : kaos. Oleh2 paling unik buat keluarga : plat nomor kendaraan California, dapetnya di CityLoft Universal Studio, harga US10, pipih, ringan, tidak menuh2in koper.
    Memang boros waktu dan biaya pas hunting suvenir (50% pengeluaran ke Hollywood kemarin buat beli suvenir ;), tp terbayar pas lihat suvenir itu dikasihin ke tujuan. Seneng banget liat ponakan pake topi Minnie Mouse -nya Disney.
    Menurutku, kalo memang sudah diniati beliin oleh-oleh, terasa ringan kok unt seting waktu dan duitnya…. 😉

  31. By Zikri on Jun 7, 2007 | Reply

    #29
    kayaknya saya agak kurang pas redaksional tulisannya mas. ngga sedikit yg komen japri via YM, yang salah persepsi.

    pada hal2 tertentu, saya masih bawa oleh2 kok. ya terutama utk keluarga inti dan orang terdekat.. kadang juga extend untuk lingkup yg lebih lebar lagi.

    problem yang merepotkan buat saya adalah yang mesan barang secara spesifik sbg oleh2. sehingga saya harus spend waktu dan tenaga secara khusus. ngga bisa sambil lewat. pada kondisi tertentu pula sebenarnya masih oke saja. tapi seringkali kelewatan juga. yang begini yang merepotkan. apalagi seringkali perjalanan saya bukan khusus untuk “jalan-jalan”.

  32. By satriyo wibowo on Jun 7, 2007 | Reply

    Wah, kalo itu ya setuju….
    Apalagi kalo minta oleh-olehnya deskriptif sekali
    Beli disini, merknya ini, harga kira2 cuma segini
    Kl barangnya ga dpt yg pas, terpaksa konfirmasi
    Biaya lagi di telekomunikasi….
    Iseng komentari saja
    Salam kenal….

  33. By endhoot on Jun 9, 2007 | Reply

    woiiii… oleh2 mana, wooiiiii….???? *kabur*

  34. By sarung cap mangga on Jun 20, 2007 | Reply

    Gua setuju perihal minta oleh oleh adalah perbuatan yg miskin toleransi . Untuk alasan tersebut ,kepada org yg pamit bepergian gw akan bilang “gw doakan lu selamat di jalan sampe pulang kemari lagi ” basi dan bernada tua sih, tapi beberapa org lbh suka mendengarnya daripada “bawain gw ini itu yaaa…”

    Pengalaman gw syukuran org yg mau berangkat haji . Undangan pada bawa amplop isinya duit dan nama pengirim ( persis kayak undangan kawinan) plus oleh oleh yg direquest . Hasilnya itu calon haji sebelum berangkat haji pergi ke pasar baru, beli semua oleh oleh pesanan undangannya itu ( dan nombok tentunya ) dikantongin satu satu dan dibagikan kepada org org itu sepulangnya dari ibadah haji . Hasilnya ? semua org senang. Tak disadari bahwa pak dan bu haji baru itu menipu mereka . ini solusi atau trik supaya perjalanan tdk dibebani pesanan oleh oleh ? entahlah

  35. By anna khan on Aug 21, 2007 | Reply

    ini gue setuju, bener, pertanyaan yg bikin bete bgt. kalo gue sih dah meng-educated keluarga gue, terutama mom yg emg bolakbalik nengokin kita2x utk cuek bebek ama pertanyaan konyol begini. malah kawan gue lebih extrem kalo ditanya mana oleh2xnya, ditanya balik ama dia, emg pernah nitipin duitnya? duilaaahhh.klo gue sih nyengir aja dhe, klo cuman barang2x baju or spatu, mah indonesia ga kalah, lagian di usa or kanada tuh byk produk cina n asia laennya, jadi ngapain. nah klo mintanya parfum ini bisa dipertimbangin,dg catatan harganya mahal krn asli looo, special utk org yg emg special. biasanya gue sih ngeborongin coklat buat oleh2x anak2x, murah meriah, n pasti enak (ga kyk coklat ayam jago lho. lagian emgnye kita jalan2x utk ngejer oleh2x, yeee!! sori lah yaw, ga ada tuh di kamus gue.

  36. By zhar aditya on Oct 7, 2007 | Reply

    di jepang…

    Kazehiku…masuk angin…orang jepang juga punya kok yang namanya masuk angin…kaze itu angin…mungkin literally bisa diterjemahkan langsung masuk angin…meski orang bule (english) menyamakan kazehiku dengan flu…tapi sya yakin kazehiku itu masuk angin….lah wong ciri2nya sama ama masuk angin dibanding flu…hahahah….

    omiyage…oleh oleh (biasanya makanan khas daerah tertentu)…wajar diberikan kalo seseorang pergi ke daerah khas tertentu…dan beberapa juga meminta omiyage dengan terang2an….Tentunya, omiyage itu mudah didapat dibanding oleh oleh orang indonesia…..

    Tapi emang…menyeballkan kalo ada yang titip oleh oleh….

    Makanya kalo kemanan2 gue gak bilang sapa2….

    Pacar pun saat2 terakhir baru bilang….

    Dan tentunya….gue gak pernah bilang,

    “titip oleh2nya yaaa~”…not as far as i can remember…

    gue selalu bilang, “have fun! yaaa~”

  37. By Hubby Ramdhani on Nov 9, 2007 | Reply

    jadi inget iklan suatu bank…

    (bank dunia bertradisi anda)

    disitu dy mengiklankan seseorang yang terdampar lama di pulau…

    pas akhirnya (bisa) pulang ke rumah yang ditanyain malah oleh2…

    wkwkwkkw…

    kyknya tradisi itu memang sudah membumi…

  38. By Aa Nata on Jan 30, 2008 | Reply

    Kalo gitu aku minta oleh2 yang paling gampang ga ngerepotin dan sangat praktis. Jangan lupa pencet transfer duit aja dari sana ke rekeningku 😀 … wakakakakaka sekem 😀

    Oh masih ngerepotin mungkin… hmmmm gimana kalo pencetnya dari sini aja nanti? 😛

  39. By irene on Jan 30, 2008 | Reply

    bleh tahan la…

  40. By ska on Sep 27, 2008 | Reply

    Oleh-oleh or nitip..? Mendingan kalo mo travelling gak perlu ngasih informasi, tau-tau brangkat aja. Pasti aman deh! 🙂

Post a Comment

About Me

The smiling geekIndependent IT Consultant and Trainer, mastering in Microsoft technologies. 13 years experience in all level of systems and network engineering. Currently being awarded as Microsoft MVP in Exchange Server. Live in Jakarta, Indonesia. Claimed himself as a not ordinary geek, who loves photography and hanging out with friends. More.

Want to subscribe?

 Subscribe in a reader Or, subscribe via email:
Enter your email address:  
Google