Mencontreng adalah Hak Rakyat, Menyelenggarakan adalah Kewajiban Pemerintah

Written on 7 July, 2009 – 19:32 | by Rahmat Zikri |
503 Error

Sorry, that didn’t work.
Please try again or come back later.

503 Error. Service Unavailable.

logo-pemiluSemua warga negara Indonesia yang telah berumur 17 tahun atau telah menikah memiliki hak konstitusi yang sama. Punya hak untuk ikut memilih wakilnya (DPR, DPRD, DPD dan Presiden/Wakil Presiden). Pemerintah berkewajiban menyelenggarakan pemilihan umum (legislatif dan eksekutif) secara jujur dan adil. Ketika berbicara adil, sudah barangtentu semua warga negara tidak boleh dihilangkan haknya begitu saja.

Pada Pemilu Legislatif di bulan April 2009 lalu, saya adalah satu di antara 40 juta-an orang yang masuk ke dalam kategori GOLPUT. Tapi bukan GOLongan PUTih, melainkan GOLongan LuPUT. Luput dari Daftar Pemilih Tetap (DPT). Walau ketika itu saya tidak men-“contreng”, namun pada akhirnya saya mensyukuri kasus tersebut. Karena ternyata partai yang saya idolakan tidak menyuarakan suara yang sama dengan yang saya harapkan. Lebih parah lagi, mempertontonkan sebuah fragmen yang mengecewakan. Namun ternyata pada fase Pemilihan Presiden di bulan Juli 2009 ini saya pun kembali terancam menjadi GOLPUT, karena ternyata lagi-lagi nama tidak muncul di DPT Propinsi DKI Jakarta. Apa saja kerja Komisi Pemilihan Umum itu? Ternyata data tidak di-update.

Di tengah kekecewaan tidak dapat turut berpartisipasi dalam pesta demokrasi memilih Presiden dan Wakil Presiden, secercah harapan muncul ketika ada 2 pasang calon presiden/wakil presiden yang memperjuangkan GOLPUT kagetan seperti saya agar dapat memperoleh hak konstitusi, ikut memilih dalam Pilpres 2009. Pasangan yang satu lagi memilih untuk diam, membiarkan kisruh masalah DPT tak terselesaikan. Lebih parah lagi, malah menuduh pasangan yang memperjuangkan hak konstitusi rakyat sebagai pasangan yang takut kalah!

Pernyataan tersebut tidak saja salah, tapi sangat melukai perasaan mereka yang dipaksa kehilangan hak dan kesempatan untuk ikut berpartisipasi. Siapa yang menjamin bahwa 40 juta-an orang yang luput dari DPT tersebut pasti akan memilih pasangan Mega-Prabowo atau Jusuf Kalla-Wiranto? Kalau begitu, kenapa amat sangat khawatir dengan ajuan uji materil penggunaan KTP pada Mahkamah Konstitusi, sehingga menuduh pasangan capres/cawapres lain sebagai pasangan takut kalah? Ada apa ini?

Ada lagi omongan lainnya, mengapa tuntutan tersebut baru diajukan 2 hari menjelang hari H pemilihan presiden? kenapa ngga dari dulu-dulu? Lagi-lagi ini sebuah pertanyaan dan pernyataan yang aneh. DPT bermasalah telah diributkan jauh hari sebelum 6 Juli 2009. Namun setelah ditunggu-tunggu lama, KPU tidak kunjung membuka dan mengumumkan seperti apa isi DPT yang diributkan tersebut. Salah satu keributan lain selain banyaknya warganegara yang tidak terdaftar adalah kenyataan bahwa ada sebagian warga lain yang justru muncul namanya berkali-kali. Tidak tanggung-tanggung, isu-nya ada yang muncul sampai 90x !

Nah, karena KPU tidak kunjung membuka datanya –mungkin karena menganggap DPT adalah RAHASIA NEGARA—, pasangan Megawati-Prabowo dan JK-Wiranto menuntut agar Pemerintah memenuhi hak konstitusi warganegara yang kehilangan haknya tersebut. Bagaimana mungkin niatan memperjuangkan hak orang banyak dituduh sebagai takut kalah dan/atau akal-akalan menjelang Pilpres?

Hasil akhir atas persetujuan Mahkamah Konstitusi bahwa warganegara yang tidak terdaftar dalam DPT dapat menggunakan KTP dan Pilpres tetap 8 Juli 2009 perlu disambut gembira. Bukan dituduh yang tidak-tidak.

Men-“contreng” adalah HAK semua warganegara. Menggunakan atau tidak mau menggunakan hak tidak berdosa. Menjalankan Pemilu dan semua urusan administrasinya adalah KEWAJIBAN Pemerintah. Melalaikan KEWAJIBAN adalah sebuah DOSA.

Bagaimana mungkin di tengah kisruh DPT yang sangat jelas di depan mata (setidaknya bagi saya pribadi, tidak masuk dalam DPT di Pileg dan Pilpres) dibilang DPT tidak ada masalah. Semua baik-baik saja. Apakah ini adalah tipikal laporan Asal Bapak Senang (ABS) ala Orde Baru? Ketika orang beramai-ramai menuntut HAK nya, justru dianggap sebagai orang yang kalap karena takut kalah. Namun ketika akhirnya perjuangan untuk memperoleh hak tersebut berhasil dicapai, justru menjadi orang yang paling duluan mengucap syukur dan lega. Kemarin-kemarin ke mana saja?

Be Sociable, Share!

Related Posts

--related post--
  1. One Response to “Mencontreng adalah Hak Rakyat, Menyelenggarakan adalah Kewajiban Pemerintah”

  2. By neng®atna on Oct 15, 2009 | Reply

    contreng.. menunggu waktuku

Post a Comment

About Me

The smiling geekIndependent IT Consultant and Trainer, mastering in Microsoft technologies. 13 years experience in all level of systems and network engineering. Currently being awarded as Microsoft MVP in Exchange Server. Live in Jakarta, Indonesia. Claimed himself as a not ordinary geek, who loves photography and hanging out with friends. More.

Want to subscribe?

 Subscribe in a reader Or, subscribe via email:
Enter your email address:  
Google